Keduanya juga dikenal sebagai pebisnis ilegal dan suka dugem. Anggoro bahkan pernah booking 30 cewek sekaligus.
Di kalangan pengusaha Surabaya, nama Anggodo dan Anggoro Widjojo tidak terlalu dikenal. Namun jika disebutkan nama asli Tionghoanya, yakni Ang Tju Nek (Anggodo) dan Ang Tju Hong (Anggoro), hampir semua pengusaha senior mengenal mereka. Bahkan, mereka mengetahui dengan citra tertentu kepada duo adik kakak itu.
Di mata para pengusaha papan atas Surabaya, Ang Tju Nek dan Ang Tju Hong adalah pengusaha yang banyak berkecimpung di bisnis ilegal. Bahkan, seorang pengusaha yang cukup dekat dengan keduanya sejak kecil, mengatakan, mereka dikenal bengal sejak kecil dan remaja. “Mereka sukanya berkelahi, terutama yang gemuk itu (Anggodo, Red),” ujar seorang pengusaha senior.
Jika di kalangan teman remajanya Anggodo dikenal sebagai anak muda yang suka main pukul, penampilan Anggoro kebalikannya. Pria yang terakhir menjadi bos PT Masaro Radiokom, ‘perusahaan rekanan departemen dalam proyek sistem komunikasi terpadu serta Motorola, perusahaan IT terkemuka Amerika’ itu dikenal sebagai pemuda yang cerdas dan tangkas. “Anggoro lebih kalem. Tapi, dari gerak matanya dia sebetulnya cerdas dan tangkas dalam bisnis,” tambah sumber yang seorang pengusaha itu.
Bakat bisnis Anggodo dan Anggoro menurun dari papa mereka, Ang Gai Hwa. Sebagai perantau dari Tionghoa, Gai Hwa di kalangan pengusaha-pengusaha perintis industri di Surabaya dikenal supel dan suka bergaul. Gai Hwa bekerja sebagai penjual dinamo di kawasan Kalimati (kompleks Kembang Jepun Surabaya sekarang, Red) Surabaya. “Orangnya suka cerita, karena itu dia banyak teman dan relasi,” jelasnya.
Selain meneruskan bisnis sang ayah, Anggodo dan Anggoro terus mengembangkan bisnis keluarga. Sayang, karena sifat bawaan keduanya, lahan bisnis baru yang dipilih sering menyerempet hal yang melanggar hukum. “Karena itu, mereka mulai dijauhi kolega-kolega. Padahal, kami menyayangkannya. Bagaimanapun, mereka saudara sekampung halaman di Tionghoa,” ujar sumber.
Salah satu bisnis yang sempat mendatangkan penghasilan melimpah bagi Anggoro dan Anggodo adalah menjadi agen SDSB, judi yang dilegalkan pemerintah pada akhir 1980-an. “Apalagi mereka dekat dengan Roby Ketek (nama asli Rudy Sumampow, pengusaha terkaya Surabaya 1980-an),” ungkapnya.
Kongsi bos SDSB yang dekat dengann banyak pejabat pusat di Jakarta itu, Anggodo dan Anggoro mendapat keuntungan melimpah hingga mampu membeli kompleks perkantoran dan hiburan Studio East di kawasan Simpang Dukuh.
Namun, pada awal 1990-an, bisnis dua bersaudara itu memasuki masa suram. Sejak itu mereka tidak terdengar kiprahnya di jagat bisnis Surabaya. Kabar keduanya baru muncul 10 tahun kemudian, saat mereka mendirikan PT Masaro Radiokom, dan lebih mengejutkan lagi mereka sukses menjadi agen pemasaran Motorola, perusahaan telekomunikasi papan atas asal Amerika. Sejak itu mereka kembali sering muncul di pergaulan pengusaha Surabaya, meski sebatas acara gathering dan entertainment.
Namun, kelompok pengusaha senior Surabaya kembali kecewa saat mengetahui bahwa perilaku Anggodo dan Anggoro tidak berubah. “Ternyata, saat sukses lagi, muncul sombongnya,” ujarnya.
Bahkan, di kalangan penikmat dunia malam di Jakarta dan Surabaya, Anggoro dikenal sebagai pengusaha yang suka berfoya-foya. “Pernah dia mem-booking 30 cewek sekaligus dan masing-masing dikasih Rp 3 juta. Cerita ini begitu terkenal. Jika tidak percaya, cek di bar-bar terkemuka di Jakarta dan Surabaya,” ujarnya. Anggodo pun hanya mengikuti kebiasaan sang kakak.
Perilaku foya-foya itu kembali membuat kolega pengusaha mulai menjauhi keduanya. “Para sesepuh pengusaha di sini prihatin, kenapa punya uang dihambur-hamburkan, kenapa tidak disumbang ke kampung halaman (di negeri Tiongkok-red),” ujarnya. Karena itu, saat Anggodo dan Anggoro kini tersandung masalah hukum di ibu kota, banyak pengusaha yang memilih berpaling muka.
Sumber: http://posmetro-medan.com/index.php?open=view&newsid=12792